top of page

Saat ini sudah terbentuk 11 ( sebelas ) bagan SPORC yaitu :

BRIDGE SPORC

Nama, lokasi dan wilayah kerja Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan :

Sejak terbentuknya tenaga pengamanan hutan di Indonesia yang dahulu bernama Polsus PPA (Polisi Khusus Perlindungan dan Pengawetan Alam), kemudian berubah menjadi Jagawana berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 471/Kpts-Ii/1988, dan berubah kembali menjadi Polisi Kehutanan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 378/Kpts-V/1999, maka sampai dengan tahun 2004 Polisi Kehutanan dalm menjalankan tugasnya hanya terbatas pada wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau Dinas Kehutanan ditempat ia bekerja. Padahal gangguan keamanan hutan yang terjadi semakin kompleks dan melintasi batas – batas wilayah kerja UPT atau Dinas Kehutanan tertentu, sehingga banyak gangguan keamanan hutan yang terjadi tidak dapat ditangani dengan tuntas, seperti penjarahan dan perambahan hutan, illegal logging, perdagangan tumbuhan dan satwa liar, penambangan tanpa ijin, dan gangguan keamanan hutan lainnya. Ditambah lagi pada masa euporia reformasi (1997 s/d 2004) penjarahan dan pendudukan kawasan hutan semakin merajalela dan sulit dihentikan dengan kekuatan Polisi Kehutanan yang hanya mengamankan hutan dan hasil hutan pada areal kerjanya masing – masing. Disamping itu era otonomi daerah yang membawa ekses euporia kedaerah timbul perbedaan didalam pengurusan dan pengelolaan kawasan konservasi, hutan produksi maupun hutan lindung antara pusat dan daerah.

 

Memperhatikan kondisi tersebut diatas, maka pada tahun 2002 para petinggi kehutanan di Jawa Bagian Barat dan Direktorat Penyidikan dan Perlindungan Hutan bercita – cita untuk membangun jaringan kerja diantara UPT Pusat lingkup Ditjen PHKA dan PT. Perhutani Unit III dalam menangani gangguan keamanan hutan. Para penggagas pembentuk jaringan tersebut adalah Kepala Balai KSDA Jawa Barat I, Kepala Balai KSDA Jawa Barat Ii, Kepala Balai KSDA DKI Jakarta, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Kepala Balai taman Nasional Gunung Halimun, Kepala Balai Taman Nasional kepulauan Seribu dan Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

Dalam rangka mewujudkan cita – cita tersebut, maka pada tahun 2002 Kepala Balai KSDA Jawa Barat berinisiasi untuk mengumpulkan Polhut yang berada di Jawa Bagian Barat dengan mengadakan apel siaga Polisi Kehutanan dan dilanjutkan dengan Seminar Penanganan Gangguan Keamanan Hutan di Cagar Alam Kamojang Garut, Jawa Barat. Dari hasil pertemuan tersebut menghasilkan “Deklarasi Kamojang”. Salah satu isi dari deklarasi tersebut adalah perlu dibentuknya Satuan Tugas Khusus Polhut untuk mencegah dan menanggulangi berbagai gangguan keamanan hutan yang terjadi di Jawa Bagian Barat.

Tindak lanjut dari Deklarasi Kamojang tersebut, telah dilakukan beberapa kali pertemuan oleh para Polisi Kehutanan antara lain di Cibodas (TN Gunung Gede Pangrango), Cikepuh (BKSDA Jawa Barat), dan Labuan Banten (TN Ujung Kulon). Dari beberapa pertemuan disepakati dibentuknya Satuan Tugas Khusus Polisi Kehutanan di Jawa Bagian Barat dengan Nama “SATUAN TUGAS KHUSUS POLISI KEHUTANAN (SATGASSUS) DADALI” yang beranggotakan Polhut – Polhut terpilih dari masing – masing UPT lingkup Ditjen PHKA dan PT. Perhutani.

 

Pola pengaman yang dilakukan oleh SATGASSUS DADALI tersebut sangat efektif karena kegiatan pengamanan hutan dan peredarannya oleh Polhut dapat dilakukan secara bersama – sama dengan kekuatan yang lebih besar.

Selanjutnya dengan adanya perubahan Organisasi Direktorat Penyidikan dan Perlindungan Hutan (PPH) berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-Ii/2005, Sub Direktorat Polhut & PPNS mencoba mengembangkan pola kerja SATGASSUS DADALI untuk diberlakukan secara nasional. Sejak awal tahun 2005, beberapa pertemuan telah dilakukan Direktorat PPH Ditjen PHKA dan disepakati dibentuk Suatu Pasukan Khusus yang handal, profesional, mobilitas tinggi dalam penanganan gangguan keamanan hutan dengan nama SATUAN POLHUT REAKSI CEPAT disingkat SPORC.

Angkatan Pertama (2005), telah dididik sebanyak 299 orang yang lulus seleksi dan ditempatkan pada 10 (sepuluh) Brigade SPORC di 10 Provinsi di Indonesia (Brigade Macan Tutul/ Sumut, Brigade Beruang/ Riau, Brigade Harimau/ Jambi, Brigade Siamang/ Sumsel, Brigade Bekantan/ Kalbar, Brigade Kalaweit/ Kalteng, Brigade Enggang/ Kaltim, Brigade Anoa/ Sulsel, Brigade Kasuari/ Papua Barat, Brigade Kanguru/ Papua). Selanjutnya Angkatan Kedua (2006) telah dididik 298 orang yang lulus seleksi dan dibentuk 1 (satu) Brigade SPORC di DKI Jakarta. Ke 298 orang tersebut ditempatkan pada 11 (sebelas) Brigade/ Provinsi. Angkatan Ketiga (2007) telah dididik sebanyak 300 orang dan ditempatkan pada 11 Briagade/ Provinsi.

Sejarah Terbentuknya Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) :

SEKSI WILAYAH I PALANGKARAYA

BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LHK WILAYAH KALIMANTAN

bottom of page